Wisata Syuting Film di Jogja

Malam yang basah. Hujan memang turun merata. Gak di Bandung, gak di Jogja. Selama perjalanan menggunakan pesawat ATR begitu banyak awan bergumul dan peristiwa turbulensi seolah menjadi hal biasa. Hujan melepasnya sebelum terbang meninggalkan Bandung, dan hujan menyambutnya saat masih di dalam Bus Trans Jogja. Pada saat sampai di Jogja National Museum (JNM), sosok itu pun harus berlari-lari kecil menghindari titik hujan agar tidak banyak mengenai kepala.

Tiga kali naik pesawat ke Jogja dari Bandung, baru kali ini akhirnya berhasil naik pesawat ATR sesuai tiket. Dua penerbangan sebelumnya gagal karena faktor ‘delay‘ sehingga dipindahkan ke pesawat yang berbeda. Penumpang pesawat berbaling-baling besar itu gak sampai 30 orang. Sedikit memang, namun tepat waktu. Ini patut disyukuri dan bismillah … sampai hari Minggu nanti bakal belajar tentang dunia pariwisata di Jogja.

Banner_024

Prolog di atas terjadi pada akhir tahun lalu, tepatnya pada hari Rabu, 28 November 2018. Sosok itu memang akhirnya berangkat dari Bandung karena memang kebetulan pas lagi di Kota Kembang tersebut. Kalau urusan penerbangan, biasanya selalu berangkat dari Jakarta. Alasannya lumayan nyaman kalau pergi dan pulang di Jakarta. Bandara Soekarno Hatta memiliki landasan pacu yang panjang dan sedikit gangguan angin atau cuaca buruk. Sangat berbeda kalau dari atau ke Bandara Husein Sastranegara Bandung.

Pesan Tiket Pesawat Online

Nah, kalau misalnya berangkat dari Jakarta, sudah pasti dia akan memilih tiket pesawat Jakarta Jogja yang biasa dipesannya secara online. Di sana harga tiket pesawat cenderung murah dan sering mengadakan promo tiket pesawat. Harus sering rajin-rajin memantau aja hehehe. Oya, kepergian sosok itu ke Jogja adalah dalam rangka menghadiri sebuah festival film yang cukup besar.

Fitur pencarian tiket pesawat dari Pegipegi ini begitu memudahkan, bahkan ada informasi mengenai bandara asal dan bandara tujuan yang begitu lengkap. Bagi yang suka dengan promo, ada kalender promo dengan harga tiket yang sudah tertera lengkap dengan bulannya. Satu kelebihan dari Pegipegi setelah kita sudah lengkap mengisi kolom kota keberangkatan/tujuan, tanggal, dan jumlah penumpang, adalah pengurutan tiket dari yang termurah lengkap dengan nama maskapai dan jamnya. Jelas amat memudahkan.

Jogja-NETPAC Asian Film Festival atau JAFF adalah sesuatu yang baru baginya. Film-film Asia coba diperkenalkan pada masyarakat Indonesia dan dunia di Jogja. Pada akhirnya di sana tersedia ruang terbuka untuk memahami seni, budaya, dan pariwisata. JAFF bekerjasama dengan NETPAC (Network for the Promotion of Asian Cinema), sebuah organisasi budaya dunia perfilman yang beranggota 30 negara dan berpusat di Colombo, Srilanka.

Pada malam harinya, JAFF resmi dibuka di JNM dan digelar hingga 4 Desember 2018. Ada sekira 124 film dari 27 negara yang bakal diputar di JNM, Cinemaxx, dan Empire XXI. Tampak terlihat ada Christine Hakim, Garin Nugroho, Joko Anwar, dan Ifa Isfansya pada malam pembukaan tersebut. Presiden JAFF, Budi Irawanto, mengatakan bahwa JAFF ke-13 ini mengusung tema “Disruption” yang bermakna adanya perubahan yang melanda benua Asia dalam satu dekade terakhir (bencana alam, kemelut politik, tragedi kemanusiaan dan perubahan teknologi).

JAFF 2018

Banner_025

Berbicara soal film, selalu tidak dilepaskan dengan lokasi syutingnya. Beberapa film berhasil mengangkat lokasi syutingnya menjadi destinasi wisata impian. Masih ingat kan dengan film “Eat, Pray, Love” yang dibintangi Julia Roberts? Efek dari film tersebut adalah terangkatnya Bali sehingga jumlah wisatawan meningkat. Begitu pula dengan “Laskar Pelangi”. Gegara film itu, Babel tiba-tiba saja ramai didatangi para wisatawan. Mereka tidak hanya akan belajar sejarah perjuangan di dunia pendidikan tetapi juga keindahan alamnya.

Sosok itu pun kepengen ke sana, tetapi sampai sekarang masih hanya ‘wishlist‘ saja. Bismillah … doain atuh biar dia bisa ke sana. Film lainnya adalah “Ada Apa dengan Cinta 2” dengan tempat wisata/kuliner di sekitar Jogja. Adegan Cinta dan Rangga di beberapa tempat menjadi acuan wisata. Gak heran setelah itu ada trip dengan tema AADC dan pesertanya begitu ramai. Begitu juga dengan film “5 Cm” yang tetiba membuat banyak orang ingin mendaki Gunung Bromo dan Semeru.

Ya, pada akhirnya ada film yang benar-benar menginspirasi untuk direalisasi. Benar gak sih tempatnya sebagus atau sekeren itu? Dia sendiri mengakui ada beberapa lokasi di sebuah film yang ingin didatangi. Sebut saja film “77 Days” tentang petualangan pesepeda di Daratan Cina. Lalu film “Beach” di Thailand dan tentu saja seri “James Bond” yang kerjaannya keliling dunia. Film “100 Metros” bahkan membuat dirinya ingin menjajal event renang-sepeda-lari Ironman. Gila gak seh?

Studio Alam Gamplong

Studio Alam Gamplong (Inset: Bersama Hanung)

Film “Lord of The Rings” juga menginspirasi orang-orang Bandung untuk membuat tempat wisata yang mirip dengan Desa Hobitton. Keren kan? Nah, buat para penulis (cerpen/novel/skenario), sangat dianjurkan agar seneng jalan-jalan. Cobalah bergerak ke tempat-tempat indah nan menawan di Indonesia. Buatlah cerita dengan latar tempat yang sudah dilihatnya. Contoh salah satu tempat yang wajib dikunjungi kalau ke Jogja adalah Seribu Batu Songgo Langit di Mangunan, masih di sekitar area Imogiri. Hutan pinus yang masih rapat dengan pepohonannya yang sudah berusia tua dan bebatuan besarnya pasti bakal memikat hati.

Begitu pula dengan Studio Alam Gamplong yang terletak di Dusun Gamplong, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman. Di sinilah Hanung Bramantyo membuat film “Sultan Agung” dan “Bumi Manusia”. Lahan bekas lapangan bola warga setempat ini awalnya milik Bu Mooryati Soedibyo yang kemudian dihibahkan ke Pemkab Sleman agar bisa dikelola oleh masyarakat. Pada saat berkunjung ke sana, taksengaja dia bertemu dengan Hanung yang katanya mau membuat set baru untuk film “Ainun”, trilogi terakhir kisah BJ Habibie.

Oya, Hanung baru saja menyabet penghargaan Sutradara Terpuji Festival Film Bandung (FFB) 2018 untuk film “Gift”. Bagi yang lagi di Jogja, sempetin deh main ke studio alam ini. Dan kalau sudah di sana, rasanya gak afdol untuk masuk lebih dalam lagi ke Dusun Gamplong. Lanjutkan saja perjalanannya sekira kurang dari 1 km lagi dan mampir untuk bersua Mbah Pun, seorang nenek berusia sepuh yang masih giat menenun tikar dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Alat tenun yang biasa disebut O-glek ini sudah menjadi ciri khas Dusun Gamplong sebelum ada studio alam.

Puas menjelajahi Gamplong, sosok itu melanjutkan perjalanan ke arah utara Jogja. Perut sudah berteriak untuk diisi. Sasarannya adalah Warung Kopi Klotok di Jl. Kaliurang Km 16 Pakem. Sering denger dari para Travel Blogger kalau makanan di sana ‘uenak tenan’ meski bernuansa ndeso, apalagi bagi yang suka banget dengan sayur lodeh, sayur asem, tempe, dan telor dadar krispi. Kopi Klotok dan pisang gorengnya juga jos gandos. Benar saja, meski sampai sana sudah lewat jam makan siang, antriannya begitu luar biasa. Tempat parkir penuh dengan motor, mobil pribadi, dan juga bus.

Warung Kopi Klotok

Wow! Buka dari pagi hingga malam, warung ini menyajikan menu masakan rumah dengan pemandangan sawah. Seger di perut dan juga di mata. Sayur lodehnya pun lengkap karena di sana ada Lodeh Kluwih, Terong, Selada Air, dan Lodeh Tempe Lombok Ijo. Penasaran?[]

Leave a comment