Anak kecil itu asyik bermain kelereng di salah satu lapang yang takjauh dari rumahnya. Satu dua kawannya sudah mulai mundur dan tidak berani lagi meneruskan permainan dengannya. Untuk ukuran anak seusianya, dia terlalu jago. Hampir semua kawan-kawan sebayanya sudah menyerah duluan saat tahu akan berhadapan dengan siapa. Dia tidak kidal, dan semua jari kanannya bisa digunakan sebagai senjata yang ampuh saat bermain kelereng. Tangan kirinya? Jago juga, tapi tidak seperti kehebatan tangan kanannya. Orang yang berani melawannya bermain kelereng hanyalah yang lebih tua dan juga punya kemampuan seimbang. Dengan kehebatannya itu, anak kecil tersebut bisa memiliki kelereng satu kaleng dari hanya 2 kelereng di awal, dalam waktu singkat.
Di sana, anak kecil itu sedang mengincar satu kelereng bercorak planet yang berjarak dua meteran. Tidak mudah, tetapi berdasarkan latihan yang setiap hari dilakukannya, pasti kena. Belum sempat dia melepas tembakannya, satu suara yang khas memanggilnya. Dia menoleh dan menghentikan bidikannya, lalu berdiri. “Gus, kamu pulang dan langsung mandi. Ibu mau melayat. Teman kamu….” Anak kecil itu tidak terlalu jelas mendengar lanjutannya. Dia hanya tahu kawan satu angkatannya di SDN 01 Pagi Tanjung Priok baru saja meninggal. Kawannya itu memang beda kelas tetapi sama-sama duduk di kelas 4. Dan penyebab meninggalnya … sakit asma. Penyakit yang sama diderita Agus. Sebuah penyakit gangguan pernapasan.
Waktu berkelebat cepat, bertahun-tahun kemudian, menuju malam yang tidak ada bintang. Agus atau yang kini dikenal dengan sosok itu berusaha menarik napas. Terputus-putus. Susah sekali mengambil napas hanya dengan satu kali tarikan. Dadanya sakit. Perasaan kesal bercampur aduk, ingin menangis tetapi tidak bisa. Dia lelah tapi tidak bisa berbaring. Serba salah. Tidak berapa lama bapaknya datang berlari dari arah luar, “Ayo berangkat! Itu mobilnya sudah ada.” Sosok itu lalu digandeng oleh ibunya meninggalkan rumah. Di luar, beberapa rumah sudah hancur, beberapa belum tapi sudah tidak ada penghuninya. Sebagian warganya memang sudah harus pindah mengingat tempat tersebut harus rata dengan tanah demi perluasan PLTU Tg. Priok. Dia yang baru duduk di kelas 1 SMA akhirnya dibawa oleh mobil kantor menuju RS Koja. Di sana, dia disuntik lalu diberikan nebulizer sampai akhirnya bisa bernapas dengan lega.
Berpuluh tahun kemudian, semua kejadian itu seolah berulang kembali. Seorang anak bersusah payah menarik napas, satu persatu. Begitu susahnya menarik napas panjang agar bisa mendapatkan udara bagi paru-parunya. Sang Belahan Jiwa memeluknya erat sambil terus mengusap-usap punggungnya dengan lembut. Sosok itu terus memacu motornya dengan cepat, sambil berhati-hati agar tidak celaka. Dia tahu benar bagaimana rasanya susah bernapas hanya karena ada saluran yang menyempit di jalur pernapasannya. Dan kini asma itu menurun pada anak keduanya. Cobaan yang berat. Sampai akhirnya mereka bertiga sampai di RS Muhammadiyah Bandung. Mereka masuk UGD dan kemudian, Adik Anin mendapatkan pertolongan pertama dengan cara di-nebulizer. Lambat laun, pernapasannya sudah kembali normal.
OMRON NEBULIZER, TERAPI PERNAPASAN TERBAIK
“Asmanya sudah dari sejak lahir?” tanya petugas kesehatan kepadanya. Sosok itu mengangguk. “Iya, menurun dari saya. Saya pun dari lahir mengidap asma.” Yang bertanya mengangguk. “Kalau Bapak bagaimana? Sering mendapatkan serangan?” Sosok itu tersenyum, “Alhamdulillah sudah jarang. Dalam setahun ini paling cuma sekali. Saya sudah terapi gangguan pernapasan dengan menggunakan obat kontroler. Itu … resep dari dr. Herudian. Selain itu, saya juga mulai rajin berolahraga.” Sang petugas kesehatan mengangguk, “Ya, itu bagus. Tapi kalau buat anak susah. Belum bisa dikontrol.” Sosok itu menanti pernyataan berikutnya. “Ada baiknya sih di rumah ada nebulizer, buat jaga-jaga aja. Kalau mau bagus dan lumayan murah, coba Omron Nebulizer.”
Sosok itu mengangguk. Hatinya mengiyakan. Dia sudah sering melihat merek Omron di rumah sakit. Nebulizer yang pernah dipakai pun pasti ada nama Omron-nya. Kebetulan yang dipakai Adik Anin malam itu juga bermerek Omron. Dari hasil berselancar di dunia maya, dia jadi tahu bahwa alat itu diproduksi oleh Omron Healthcare Co. yang berpusat di di Kyoto, Jepang. Tidak hanya nebulizer, perusahaan tersebut juga memproduksi beberapa alat kesehatan lainnya seperti digital tensimeter, termometer, atau bahkan alat pijat (massager). Dari banyaknya rumah sakit atau orang yang memakai Omron nebulizer, tampaknya alat tersebut sangat efektif sebagai alat terapi pernapasan terbaik. Ya, Omron nebulizer adalah partner terbaik untuk mempermudah terapi gangguan pernapasan. Namun bagi sosok itu, kendalanya masih di keuangan.
“Ahhh … kapan saya bisa memiliki alat tersebut?” tanya hati sosok itu. Sudah sedari kecil dia begitu akrab dengan alat tersebut, dan karena Omron Nebulizer-lah yang membuat hidupnya masih bertahan hingga kini. Sampai dirinya bisa menikah dan menghasilkan keturunan dua putri yang cantik. Namun penyakit asma juga menurun pada anak keduanya. Anak pertamanya juga punya asma, tapi alhamdulillah menghilang seiring kedewasaan dirinya. Meski di rumah ada alat semprot, itu pun obat kontroler, yang hanya efektif agar penyakitnya tidak kambuh. Kalau sudah kambuh, tentu harus ada nebulizer sebagai pertolongan pertama. “Ya, Allah … semoga saja nanti ada rezeki sehingga bisa membelinya,” bisiknya yakin. Amiiin.[]
Baca juga artikel yang berkaitan atau melihat daftar isi