Story Pudding : Diari Ummi

Pertama kenal Abang karena faktor teman dekat dan bertemunya di Masjid Salman ITB. Setelah berkali-kali ia berusaha mengenalkan kami berdua, dengan beribu alasan juga Ummi menolak. “Nggak ah, takut jelek. Takut item. Takut suka he he he….” Dan kata yang keluar ketika pertama ketemu, “Betul, Dek, item dan rambutnya rancung. Masa yang kayak gini mau dijodohin ke aku.”

Beberapa bulan kemudian, Juli 2001 adalah saat pertama kali Abang telepon ke rumah pas acara lamaran kakak Ummi. Nah, kita janjian ketemu untuk kedua kalinya. Lalu disusul dengan pertemuan berikutnya meskipun bisa dihitung dengan jari. Sampai kemudian Abang dengan polosnya mengajak Ummi menikah dan dengan polos juga Ummi menjawab, “Abang udah siap menikah?” Abang mengangguk disusul jawaban Ummi, “Ntar Ummi kenalin Abang ke teman yang udah siap juga.” Pada saat itu Abang hanya diam tertunduk. Meski begitu, Abanglah laki-laki pertama yang Ummi ajak main ke rumah dan dikenalkan kepada orang tua.

Kami jarang ketemuan. Hubungan kami seringnya lewat telepon, email, dan surat. Lebih tepatnya Abang yang rajin nyuratin Ummi. Bulan Ramadhan tahun itu adalah bulan penuh berkah, begitu pun dengan hubungan kami berdua. Pada penghujung bulan itu kabar baik datang, Abang dan kedua orang tuanya mau datang melamar. Pada saat Umi sampaikan kabar gembira ini ke orang tua, mereka hanya menjawab, “Kalau kamu yakin dan mau, terserah aja, Ibu sama Bapak setuju saja.”

Saat yang dinanti pun tiba ^^. Kami menikah pada tanggal 09 September 2002 atau bertepatan dengan 02 Rajab 1423 H. Waktu yang panjang dan melelahkan setelah lamaran pada bulan Januari 2002. Pertama kali bertemu orang tua Abang adalah saat dilamar dan kedua kalinya pada saat menikah. Ada kejadian lucu pada saat menikah. Sebelum acara akad dimulai, iseng Ummi keluar kamar dan menghampiri seorang ibu yang lagi duduk di pojokan yang dikira calon ibu mertua. Maksudnya, sih,  mencoba menyapa ramah. Ummi tanya, “Bu, belum diganti bajunya?” Ibu itu hanya tersenyum lalu Ummi tanya lagi dengan heran, “Kenapa nggak diganti dengan baju yang Ummi kasih, yang warna ungu?” Ibu itu menjawab, “Nggak apa-apa, Neng, yang ini aja.”

Ummi bingung dan kembali ke kamar. Di dalam, Ummi bertanya pada Ibu, “Bu, itu ibunya Abang nggak pake baju yang kita kasih. Beda atuh warnanya pink.” Dan Ibu pun menjawab “Pan, udah kita kirim kainnya, nggak cukup kali. Biar aja lah.” Pada saat akad dimulai, Ummi keluar kamar dengan malu-malu dan so imut. Ketika duduk bersebelahan dengan Abang, Ummi terpana melihat dua ibu yang nyaris mirip mukanya. Ternyata … yang tadi pagi Ummi sapa bukanlah calon ibu mertua, melainkan ibu-ibu pengajian yang akan membacakan ayat suci Al-Quran. Sejurus kemudian Ummi hanya bisa tersenyum. Perasaan jadi melayang … malunya bukan main.

Keluarga Sosok Itu

Kunjungan pertama ke rumah mertua dan keluarga Abang di Jakarta begitu mengesankan. Seperti pada umumnya pengantin baru, kami banyak disanjung, dipuji- puji, dan dibaikin hehehe. Pada suatu pagi yang cerah … cie … Ummi mencoba beramah-tamah alias PDKT dengan ibu mertua yang lagi asyik di dapur. Niatnya, sih, mencoba membantu memasak dan menyiapkan sarapan. Namun, ada kejadian yang nggak bakal bisa Ummi lupakan. Ketika ibu mertua menyuruh masak nasi, Ummi bingung.

Jujur, belum pernah masak nasi seumur-umur (pada saat itu hehehe…) dan dengan semangat 45, Ummi langsung ngibrit nyamperin Abang yang lagi leha-leha. “Abang … sini….” Ummi bermain manja sambil kedip-kedip mata. “Bantuin Ummi, yuk….” Ummi pun berbisik pelan dan halus, “Gimana caranya masak nasi?” Abang diam nyengir kuda dan sejurus kemudian malah terbahak sambil berbicara kencang banget “Bu, kalau ke Ummi jangan disuruh masak, apalagi masak nasi. Dia mah nggak bakal bisa.” Ibu mertua hanya tersenyum dan menjawab, “Lho! Ta kirain bisa masak? Wong ibunya punya katering. Sini ta ajarin.” Dan Ummi pun hanya berdiri mematung sambil nyengir kuda … ^_^

Hari-hari selanjutnya, Ummi mengekor punggung ibu mertua ke dapur. Mencoba jadi asisten yang baik dengan membantumya memasak. Dalam hati Ummi berkata, “Untung punya ibu mertua baik banget.” Dan Ummi pun banyak diajari banyak masakan enak sejak saat itu. Terima kasih, ibu dan bapak mertua yang baik hati.[]

A Story Pudding for Wedding

Kisah ini diikutsertakan pada “A Story Pudding For Wedding”
yang diselenggarakan oleh Puteri Amirillis dan Nia Angga

5 thoughts on “Story Pudding : Diari Ummi

  1. Aha..so sweet…
    Oohh..baru mampir sini Bang..
    ternyata begitu tho,Abang nih ketemu Ummi..

    *mikir* ko Ummi bisa salah ya
    mana ibu mertua mana ibu-ibu pengajian..
    Whaat??
    Masak nasi ga bisa??

    Tapi sekarang bisa kan ??

    >> Namanya juga beru bertemu dua kali, Nchie. Sekarang bukan hanya masak nasi, tapi bikin pizza dan spageti pun bisa ^_^

Leave a comment