Umi: Ketegaran Seorang Ibu dan Kekasih

Pasangan jiwa itu sayu. Tangannya mendekap erat jaket yang membungkus. Tangan lainnya menarik selimut tebal. Bibir pasinya berbisik. Sosok itu mendekat dan mengangguk. Tak lama, motor kuning melaju di kegelapan. Makan bersama tujuannya. Mencari lauk pauk untuk teman nasi. Sosok itu bersyukur. Bersama pasangan jiwanya masih bisa mengganjal perut meski sederhana.

“Bang, kau tahu bahwa semua saudara-saudaraku bisa kuliah?” Sosok itu mengangguk. “Kau tahu bahwa kuliah adikku pun didukung oleh penghasilanku?” Sosok itu mengangguk lagi. “Aku pun ingin kuliah, Bang.” Sosok itu tersenyum. “Suatu saat. Suatu saat nanti, Hon.” Ada binar kecemburuan di sudut matanya. “Suatu saat akan kau nikmati rasanya kuliah.”

Kini, kesibukannya luar biasa. Pagi sudah berangkat ke tempat kerja. Siang sepulang kerja, langsung menuju kampus sampai magrib. Paling cepat pukul enam dia sudah sampai rumah. Sisa-sisa tenaga pun diusahakan untuk menemani anak-anak belajar dan menidurkan mereka. Itu kalau shift pagi. Apabila shift malam, hanya sebentar waktu untuk menemani anak-anak belajar. Berangkat kerja pukul 20.30 dan pulang pukul 07.30. Masih ada sesi penjemputan anak dari sekolah pada pukul sembilan atau sepuluh.

Jiwanya tegar. Kesungguhannya tak perlu diragukan. Bayangan akan masa depan yang lebih baik cita-citanya. Keteladanan pada anak-anak bahwa pendidikan tinggi adalah utama. Kerja, kuliah, anak-anak, sosok itu. Sungguh berat. Dan pendidikan memang sangat penting. Sosok itu pun merindukan kuliah (lagi). Kuliah yang sempat tertunda dan belum terbayarkan kembali.

Di malam yang makin larut, pasangan jiwa merajuk. Dia yang tegar. dia yang kuat. Dia yang luar biasa. Pada akhirnya adalah manusia. Dia wanita. Hatinya lemah di hadapan sang kekasih. Hatinya ingin disanjung dan dibuai oleh sang kekasih. Sosok itu. Ini rahasia wanita yang paling universal. Wanita bisa menangis di depan sang kekasih. Di depan orang yang paling terdekat dalam hidupnya. Dan sosok itu tahu.

“Abang akan selalu mendukungmu, Hon.” Selalu. Berlarilah jika mampu. Berjalanlah jika tak kuat berlari. Merangkaklah jika tak kuat berjalan. Bergeraklah selagi mampu. Terbanglah dengan sepenuh jiwa untuk merengkuh kehidupan yang begitu bercahaya. Masih banyak PR yang harus kita wariskan untuk anak-anak kita. Anak-anak cahaya.[]

24 thoughts on “Umi: Ketegaran Seorang Ibu dan Kekasih

  1. Bang Aswi, saya sudah mengulasnya, apakah artikel saya ini dimaksud mengulas??? *jujur masih bingung*, klo review jurnal sering tp review posting baru kali ini.

  2. wanita memang butuh dimengerti, dipahami dan tentunya disayang..kadang2 banyak kata yang susah utk diucapkan, tetapi kekasih hati tau apa yg kita para wanita ini butuhkan..saya tertarik dengan artikel ini dan ingin mengulasnya tapi msh bingung 🙂

  3. Impian Umi sama denganku, moga Allah mengabulkan impian dan doa kita ya. Salam kenal ya Bang buat kekasih hatinya 😉 Aku ngulas posting yang ini ya.

  4. berupaya sekuat mungkin menuju cita-cita, jiwa yg tegar dan cahaya…
    ummi…kekuatan itu pada wanita..wanita lah ketegaran sebuah keluarga^^. semangat selalu ummi…sampai akhir…

Leave a comment