Namanya Ayumi. Dia mengakunya seperti itu. Tak ada yang istimewa dari dirinya, kecuali rasa penasarannya terhadap sosok itu. Di matanya, mungkin sosok itu menjelma Mr. X yang jenius dan bisa menjawab semua permasalahannya, hingga tak mungkin kalau sosok itu adalah seorang tukang batagor.
Ayumi adalah putri yang sangat berbakti pada kedua orangtuanya. Pelajaran agama sudah tertanam dengan baik, sehingga bukan teoretis lagi sifatnya. Kesuciannya telah melarung dalam sum-sum tulang terdalam. Begitu merasuk. Tak ada rahasia antara dirinya dengan kedua orangtuanya. Semuanya diceritakan tanpa sungkan. Luar biasa.
Ayumi tergolong anak periang, asumsi sosok itu. Pilihan kata-katanya begitu cerdas dan mengena. Ilmu fisika pun begitu dalam merasuk dalam benaknya. Probabilitas dianggapnya permainan yang menyenangkan. Hukum-hukum kepastian begitu mudah terketik dari jemarinya yang lincah. Sungguh beruntung kedua orangtuanya memiliki dia.
Kendati jauh di Bogor, Ayumi tetaplah anak yang mandiri. Mungkin kemandiriannya sudah terbentuk jauh sebelum ia menjejakkan kakinya di pintu asrama. Semuanya menjadi bagian dari dirinya dan menjadi pembelajaran yang paripurna untuk menghadapi kerasnya hidup ini. Kokoh seperti batu karang. Yang bergeming dihantam kerasnya ombak lautan yang terkenal ganas. Salut untuk dirinya.
Tulisan ini memang didedikasikan untuk dia. Sosok itu merasa bersalah karena telah mengerjainya. Karena telah membuatnya bertanya-tanya. Membuatnya berpikir tak jernih. Hingga, bisa jadi membuatnya berpikir negatif tentang segala hal, terutama tentang sosok itu. Tentang dunia ini. Sosok itu meminta maaf yang sedalam-dalamnya tentang semua hal yang negatif selama ini.
Sosok itu hanya mengingatkan betapa teknologi yang semakin maju ini tidak membuat kehidupan manusia menjadi mudah dan bisa hidup sederhana lagi. Teknologi yang ada sekarang malah semakin meningkatkan grafik kejahatan yang dahulu hanya ditemukan di jalan-jalan. Kejahatan sudah semakin merambah ke dalam rumah, ke dalam kamar, ke dalam lingkungan yang paling pribadi sekalipun. Kejahatan telah bersemi di dalam otak setiap pecandu teknologi, meski tidak semuanya.
Sosok itu hanya menyarankan, sekali lagi menegur, tentang hal yang bisa diterima dengan baik atau ditolak mentah-mentah olehnya. Ayumi, berhati-hatilah ketika berkenalan dengan seseorang nun di seberang sana. Tak ada yang pernah tahu siapa sosok yang sebenarnya dari orang tersebut. Bisa jadi hitam, bisa juga putih, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk abu-abu. Semuanya serba mungkin. Dan pertemanan, bukanlah perjudian.
Dan ini adalah perenungan untuk kita semua. Juga sosok itu. Bismillahi tawakkaltu ‘alallah laa haula walaa quwwata illa billah.[]