Siang tidak terlalu panas. Begitu banyak awan yang melingkupi area Genting. Gak mendung sih, tetapi cahaya matahari tidak mampu menembus konspirasi awan tingkat tinggi. Beruntung bagi sosok itu sehingga kebahagiaannya makin paripurna. Treking menuju hutan hujan di Genting dijamin menyenangkan tanpa harus khawatir akan panas, plus napasnya jadi lega karena sudah tidak perlu lagi berkelana di Hutan Mall.
Ya, bagi yang sudah pernah ke Resorts World Genting (RWG) di Malaysia, setuju kalau jalan-jalan di sana itu pasti membuat betis dan tagihan bertambah bengkak. Mall-nya begitu luas dan seolah tidak ada jalan keluar dari sana. Jadi teringat kisah Alice di negeri imajinasi, deh. Sepanjang berkeliling ya di dalam mall terus, tidak terlihat langit dan menghirup udara yang segar. Setelah itu ya … jajan terus demi perut yang kelaparan hahaha.
Itulah mengapa sosok itu langsung tersenyum lebar saat bertemu dengan tanah, rumput, semak-semak, jalan setapak, dan tentu saja … hutan. Hanya satu kata yang begitu diingatnya: BAHAGIA. Bahagia yang dieja ba·ha·gia menurut KBBI adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan). Tampaknya kata inilah yang bisa mewakili suasana hatinya.
Kemarin … seolah-olah waktu berjalan begitu lambat. Travel Blogger yang mewakili Indonesia dan Thailand berkumpul bersama dan menikmati beberapa fasilitas di Highland Genting. Ya hotelnya, ya makanannya, ya jalan-jalannya, ya kebahagiaan karena bisa tertawa bersama sambil bercerita atau berbagi tentang segala hal. Mr. Jay pun bahagia dan mengatakan bahwa rombongan grup blogger Indonesia kali ini begitu ramai dan ceria.
“Gak ada matinye,” kata Ncang Jaja Miharja.
Satu kebahagiaan tertinggi yang dialaminya adalah pertama kali terbang bersama AirAsia. Siapa sih di Indonesia yang gak kenal dengan maskapai yang satu ini? Seolah-olah nama ini sudah menjadi jaminan mutu untuk keamanan dan kenyamanan. Ya, AirAsia adalah maskapai low-cost yang telah memenangkan penghargaan sebagai World’s Best Low-Cost Airline dari Skytrax selama 11 tahun berturut-turut.
Pada hari Rabu, 25 Oktober 2017, sosok itu telah berada di Bandara Soekarno Hatta menjelang subuh, tepatnya di Terminal 2. Agak khawatir juga, karena inilah pengalaman pertama kalinya terbang bersama AirAsia. Untungnya tiket dan tetek-bengeknya sudah difasilitasi oleh pihak RWG, meski sebenarnya mencari tiket AirAsia itu terbilang mudah. Tinggal menuju situs webnya dan booking deh.
Langkah selanjutnya sebelum berangkat dari Bandung adalah mencari tahu di terminal mana pesawat AirAsia berada kalau berangkat dari Bandara Soetta. Ternyata di Terminal 2. Oke, sebagai orang Bandung maka dia pun harus mempersiapkan diri agar tidak terjadi apa-apa di tengah jalan. Perjalanan dari Bandung ke Jakarta selalu menyisakan kisah yang mengejutkan dan membuat jantung hampir keluar.
Akan tetapi untunglah pada hari itu semua baik-baik saja dan dia pun selamat sampai di Terminal 2. Setelah itu sosok itu langsung mencari counter AirAsia. Ternyata, di sana sudah ada ratusan orang yang mengantri boarding pass. Bercampur aduk antara yang mau keluar negeri maupun domestik. Saat memasuki jalur karpet merah, dia diminta untuk lewat jalur ‘self service’. “Helooo … ini tiket premium lho!” teriaknya dalam hati.
Ya jelas tidak terdengar. Gak usah mengeluh. Namun dia ingin menambah pengalaman dengan mengantri di depan mesin otomatis. Satu orang perempuan bersusah payah memasukkan paspornya agar bisa di-scan, tetapi gagal terus. Satu orang cowok di belakang gelisah karena jadwal penerbangannya sudah memanggil-manggil. Panik pastinya. Setelah tiga kali gagal, sosok itu tersenyum, “Boleh saya masukkan nomer saya sebentar. Sebentar saja.”
Tidak perlu scan paspor segala, hanya memasukkan kode booking. Tidak sampai satu menit, tiketnya keluar. Selesai. Dia seolah-olah menjadi pemenang. Beres proses boarding pass, dia pun langsung menuju jalur imigrasi. Untunglah sebelumnya sudah berpengalaman ke Jepang jadi tidak ada halangan yang berarti. Meski berhasil dengan antrian yang luar biasa dan akhirnya bisa masuk ke dalam terminal internasional, dia masih saja ditertawakan.
Siapa lagi kalau bukan oleh Kokoh Sinyo, kawan seperjalanan, yang sudah duluan masuk. “Loh, tiket kita itu premium. Harus karpet merah yo,” katanya. Sosok itu tersenyum dan menjelaskan duduk perkaranya, namun dia juga ikut-ikutan menertawakan dirinya sendiri. Mungkin penampilannya tidak layak masuk karpet merah hahaha. Akan tetapi dia bersyukur mendapatkan pengalaman seperti itu.
Hingga akhirnya total ada 12 travel blogger yang hadir di ruang tunggu pemberangkatan. Lengkap. Saling menyapa, berpelukan, dan bertanya adalah adegan biasa dalam film-film pertemuan sehingga ditiru oleh mereka ini. Obrolan segar meluncur begitu cepat. Senyum dan tawa menjadi penghiasnya. Pada akhirnya, pesawat Air Asia AK-381 memanggil untuk diisi. Tidak sabar deh merasakan Bahagia Bersama AirAsia.
Deg-degan, pastinya. Memasuki sebuah pesawat dengan maskapai ternama untuk pertama kalinya. Pengalaman pertama pula bahwa dirinya bisa duduk di kursi premium, yaitu di bangku terdepan, bisa berhadapan dengan pramugari yang cantik-cantik. Seolah-olah dirinya ingin berkata, “Mbak, nanti kalau sudah beres melayani penumpang, nanti duduk di sebelah Abang ya? Biar teman Abang ini yang duduk di situ.” Hahaha….
Asyiknya mendapat kursi premium tentu adalah mendapatkan pelayanan makan di pesawat. Sudah kebayang bakal menikmati hidangan khas AirAsia. Ternyata … Nasi Lemak Pak Nasser. Ya, inilah menu andalan Air Asia yang terkumpul dalam sajian SANTAN: Flavours of ASEAN. Dalam itinerary yang dikirim via email juga sudah dijelaskan bahwa saat di pesawat bakal mencicipi nasi lemak, baik itu saat keberangkatan maupun saat pulang nanti.
Wow! Dia sudah pernah mencicipi nasi lemak dengan topping rendang. Enak. Gak tahu deh aslinya. Masalahnya ini di pesawat, yang sudah dikemas sedemikian rupa hingga mencapai berat 285 gram dan makanlah selagi hangat. Alamak! Dan benar saja, rasanya gak pas dengan di lidah. Namun tetap saja paduan nasi santan, rendang ayam, sambal bawang merah, telur, ikan bilis, kacang goreng, daun pisang, dan daun pandan itu habis tanpa sisa dimakannya. Maklum, lapar.
Air minum kemasan yang disediakan juga menarik, terutama pada sedotannya. Mungkin dia bukan orang gaul dan terlambat mengetahui kalau ada lho sedotan yang awalnya pendek bisa diperpanjang. Dan di pesawat inilah dia menemukannya. Akhirnya, setelah kurang lebih 2 jam perjalanan tanpa hiburan film, kecuali ngobrol dengan kawan di sebelah, lalu tidur, pesawat AirAsia AK-381 mendarat dengan selamat di Bandara Kuala Lumpur 2.
Alhamdulillah … terbang bahagia bersama AirAsia akhirnya mewujud nyata. Meski tidak ada hiburan berupa tontonan (ya iyalah, kalau mau ada hiburannya maka harus mengeluarkan uang lebih banyak lagi), toh mendapatkan pengalaman makan nasi lemak menjadi kebahagiaan tak terkira. Inilah pengalaman pertamanya makan nasi lemak yang asli, di atas pesawat pula, jauh sebelum mendarat di Kuala Lumpur.
Bandara Kuala Lumpur 2 adalah bandara keempat di luar negeri yang pernah disinggahinya (sebelumnya Bandara Hong Kong, Bandara Taoyuan Taiwan, dan Bandara Fukuoka). Satu aktivitas menarik setelah mendarat di bandara adalah membeli kartu provider yang cocok dipakai (agar tidak mati gaya saat nanti berada di Genting). Lalu dilanjut naik bus khusus menuju Genting dan akhirnya bisa masuk ke dalam kamar 7430 di Hotel On The Park (Theme Park Hotel).
Namun … sebelum masuk ke dalam hotel, sambil menunggu proses check-in selesai, sosok itu dan kawan-kawan menunggu di lobi. Mr. Jay, sang pemandu dari RWG, mempersilakan rombongan travel blogger untuk mencicipi makanan yang ada di kantin hotel. Daaan mayoritas ternyata lebih memilih makanannn … NASI LEMAK. Duh Gustiii! Nikmat mana lagi yang harus dicicipi di negeri Jiran selain nasi lemak.
Baca Juga:
Pengalaman Makan Takoyaki di Jepang
Pentingnya-ke Resorts World Genting
Makanan Halal dan Kebersihan di Jepang
Keesokan harinya, sosok itu sudah berada di lantai teratas RWG. Rencananya sih mau naik gondola yang menjadi ciri khas dari Genting. Ke Genting tanpa naik gondola, mending ke laut aja deh. Ada dua pilihan gondola yang bisa dieksplor, bergantung kekuatan adrenalin yang dimiliki. Iyaaa … soalnya ada gondola yang berlantai biasa dan ada gondola yang berlantai kaca alias tembus pandang. Nah, berani gak melihat ketinggian tanpa batasan?
Harga tiketnya pun berbeda. Gondola yang berlantai kaca tembus pandang jelas lebih mahal dibanding gondola yang berlantai biasa. Ini karena adanya biaya asuransi tambahan kalau kacanya pecah. Hahaha … becanda! Lebih mahal karena pengalaman yang didapatkan bakal lebih asyik. Barang bawaan yang dianjurkan juga ada aturannya. Normalnya sih tidak lebih besar dari 56x36x23 cm. Kalau lebih dari itu, ada biaya tambahan RM20.
Anak-anak dengan tinggi 90 cm ke bawah juga gratis. Mungkin karena beratnya masih dianggap wajar ya. Naik gondola adalah pengalaman pertama baginya karena selama di Indonesia, jujur, dirinya belum pernah naik alat tersebut, meski itu di Ancol atau TMII. Jadi, exciting-nya adalah wow banget. Melihat keindahan Bukit Genting dari ketinggian. Langit cerah. Awan-awan putih berarakan. Hingga akhirnya tiba di Stasiun Chin Swee.
Inilah tempat pemberhentian yang paling diharapkannya selama di Genting. Berkunjung dan melihat dengan mata kepala sendiri Chin Swee Temple yang legendaris itu … adalah momen yang keren banget. Sumpah. Setelah terbang bahagia bersama AirAsia, momen inilah yang ditunggu. Kuil Chin Swee mirip pagoda yang saat kecil, sering dilihatnya di kemasan permen kaleng bundar berwarna biru. Inget dooong.
Petualangan dengan ‘bumbu’ mencicipi makanan lokal, naik gondola, dan mampir ke Chin Swee Temple jelas mengasyikkan, tetapi itu semua ternyata tidaklah cukup. Kawan seperjalanan jelas juga menjadi faktor yang menentukan sehingga petualangan akan bertambah mengasyikkan dan seru. Dan hal inilah yang membuat sosok itu merasa nyaman dalam famtrip kali ini.
Menurut KBBI lagi, nyaman atau nya·man adalah kata adjektiva yang berarti segar, sehat, sedap, sejuk, enak. Nyaman adanya di hati, tetapi didukung oleh suasana di sekeliling yang salah satu faktornya adalah alam. Mengapa? Manusia adalah makhluk sosial sehingga otomatis membutuhkan orang lain untuk bisa saling berdiskusi, sehingga acara yang melibatkan banyak orang dengan konsep suasana yang oke punya akan melahirkan kebahagiaan.
Itu kenyamanan pertama. Manusia adalah pelengkap dari alam yang sudah diciptakan Sang Maha ini, apalagi konsep agama mengajarkan bahwa manusia diciptakan dari alam (tanah). Itulah mengapa manusia merasa nyaman saat berada di alam terbuka, seperti saat seseorang pulang ke kampung halamannya. Sosok itu termasuk yang suka berjalan di tengah hutan atau di alam terbuka.
Meskipun tanpa alas kaki, ada perasaan luar biasa saat dinginnya tanah atau kerasnya kayu dan akar yang terinjak menjalar dan merasuk ke dalam pembuluh darah. Pada saat sampai di otak, perasaan itu kemudian diubah menjadi rasa nyaman. Itulah makanya setelah dua harian hanya bertemu Hutan Mall akhirnya dia bisa tiduran di rumput lalu membuat sepatu baru jadi kotor di Genting Rainforest.
Ya, setelah puas menjelajah Chin Swee Temple, sosok itu langsung diajak ke Hutan Hujan Genting yang katanya adalah satu-satunya hutan di dunia yang sudah menggunakan teknologi wifi. Meski sejujurnya wifinya belum terlalu kencang juga. Bisa jadi karena banyaknya rombongan yang menggunakan wifi. Berjalan-jalan di sana, membuat keringat yang keluar pun benar-benar keringat betulan akibat jalan menurun-mendaki di tanah berlumut.
Keunikan dari Genting Rainforest ini adalah adanya titik-titik dimana terdapat barcode yang bisa di-scan oleh smartphone yang sudah mendukung fasilitas NFC. Barcode ini adalah pengetahuan yang bisa dilihat oleh pengunjung hutan. Di sana bisa ada video atau penjelasan berupa animasi yang mengasyikkan. Ada juga pohon-pohon ber-barcode yang saat di-scan menceritakan tentang pohon tersebut.
Salah satunya adalah pohon rotan. Jujur dirinya baru pertama kali melihat pohon rotan yang asli di hutan. Sebelumnya hanya tahu rotan yang sudah menjadi produk seperti kursi atau meja. Pohon rotannya aslinya mengerikan. Berduri di sekujur batangnya, dan durinya bisa melukai kulit manusia yang lewat kalau tidak hati-hati. Banyak banget dan panjang-panjang. Warnanya juga hitam legam kalau batangnya sudah berusia tua.
Berlelah-lelah menuruni anak tangga buatan, lalu melewati jalan setapak, mendaki, berhati-hati saat jalan, dan kemudian tertawa saat menyaksikan keceriaan kawan-kawan, membuat famtrip di Genting menjadi kebahagiaan yang tiada tara. Worth it banget! Hingga kemudian waktu seolah-olah berkelebat begitu cepat. Tiba-tiba saja dirinya sudah berada di Bandara Kualalumpur 2 untuk siap-siap kembali ke Jakarta.
Kesenangan yang seolah hanya sekejap tetapi tersimpan baik di dalam koleksi foto-foto dan videonya. Dan dia pun bersiap-siap masuk ke dalam Pesawat AirAsia QZ 201 yang akan mengantarkannya pulang ke Indonesia. Duduk di kursi premium dan tidak lama kemudian mendapatkan sajian kudapan yang begitu dikenalnya. Nasi Lemak Pak Nasser. Namun karena sudah kenyang, dia pun menyimpannya untuk kemudian dimakan di atas bus Jakarta-Bandung. Sajian yang menutup kisah “Bahagia Bersama AirAsia“.[]
Sebagai salah satu rombongan Nasi Lemak Pak Nasser, kangen juga ya bang bisa jakan lagi ramean, naik AirAsia ke destinasi-destinasi yang baru mungkin? haha, amiiiinnn.
Seru banget kayaknya trekking di Genting. 😀
Btw, karena suka kari, makanan favorit saya di AirAsia itu Bukhara Chicken Biryani. 😀