Tugas Blogger Adalah Menjaga Desa — Benar gak ya kalimat itu? Sosok itu terdiam beberapa saat. Lahan kelapa sawit di depannya begitu rimbun meski baru berusia muda, belum siap panen. Dia berdiri dengan suasana hati yang bergemuruh di atas jembatan kayu di tengah perkebunan. Hanya beberapa meter di hadapannya terdapat bendera merah putih yang ditancapkan apa adanya di tanah. Bendera itulah yang nantinya bakal dikibarkan secara serentak pada pukul 10 waktu setempat di seluruh Nusantara keesokan harinya. 17 Agustus 2017. Bisa jadi bendera di atas tanah itu jauh lebih penting nilainya dibandingkan bendera-bendera lainnya. Bendera yang sudah lusuh itulah penanda batas negara. Sosok itu berdiri di atas tanah Indonesia, sedangkan di seberang bendera adalah tanah Malaysia.
Berbicara soal bendera akan panjang sekali. Ada nilai sejarah di sana. Merah putih tidak hanya sekadar kain yang harus dipasang di ujung tiang setiap tahun di pertengahan bulan Agustus. Merah putih tidak hanya sekadar warna yang dengan seenak udelnya bisa dibolak-balik. “Menatap merah putih adalah kebebasan yang musti dijaga dan dibela kibarannya di angkasa raya,” kata Sapardi Djoko Damono. “Kibarannya telah banyak menelan korban nyawa dan harta benda. Menatap merah putih adalah perlawanan melawan angkara murka, membinasakan penindas dari negeri tercinta Indonesia.” Sosok itu mengamini, lalu bersama penyair ternama itu mereka berdua berteriak lantang, “Berkibarlah terus merah putihku, dalam kemenangan dan kedamaian.”
CERITA SEDIH TENTANG DESA
Setelah mematung agak lama di perkebunan sawit, sosok itu beranjak kembali ke Masjid Al-Hikmah yang ada di Desa Aji Kuning. Shalat jamak jelas akan membuat tenang perjalanan yang masih panjang, sekaligus menenangkan hati karena jelas sekali perbedaan kesuburan pohon-pohon sawit antara Indonesia-Malaysia. Taklama rombongan beranjak ke Patok 3, sudut desa yang berbatasan dengan sungai kecil. Di seberang sungai itulah wilayah Malaysia berada. Agak aneh saat dirinya melihat ada banyak tabung gas milik negara tetangga bertumpuk di pinggir jalan sementara tabung gas milik negara sendiri tidak terlihat. Begitu juga dengan karung-karung beras milik Malaysia yang banyak dijual bebas di warung-warung. Mana beras hasil petani Indonesia?
Baca juga >>> Merayakan Hari Kemerdekaan di Tapal Batas
Menurut situs Tempo (Jumat, 04 Agustus 2017), KPK mengingatkan tingginya potensi korupsi penyaluran dana desa. Jika tidak dievaluasi tata kelola dan tata cara penyalurannya, program pemerintah untuk pembangunan masyarakat desa ini bakal gagal di tengah jalan. Bayangkan saja, saat ini sudah masuk sedikitnya 362 laporan mengenai penyalahgunaan dana desa. Berita paling panas adalah keberhasilan operasi tangkap tangan kasus suap dalam kaitan dugaan penyalahgunaan dana desa di Pamekasan. Ada 6 (enam) tersangka yang terlibat mulai dari Kepala Desa Dassok sampai Bupati Pamekasan, termasuk juga Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan. Miris.
Coba cek deh di Harian Kompas setahun lalu, ada enam kepala desa di Kabupaten Seram bagian Timur, Maluku, yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi penyalahgunaan dana desa tahun 2015. Buka juga situs Detik baru-baru ini (Kamis, 24 Agustus 2017). Sebanyak 14 kepala desa di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tersangkut kasus korupsi Alokasi Dana Desa (ADD). Mereka dilaporkan karena terindikasi melakukan mark up harga dan kuantitas barang saat melakukan pembangunan di desa. Pada akhirnya, Kejati Jateng langsung mengumpulkan 469 kepala desa di Purworejo untuk mengikuti langsung Sosialisasi Dana Desa dan Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Daerah (TP4D).
Sekadar menyegarkan ingatan saja, pemerintah telah menggelontorkan dana desa sebesar Rp20,76 triliun pada 2015. Setahun kemudian, jumlah itu ditambah menjadi Rp46,98 triliun. Tahun ini anggarannya dinaikkan lagi menjadi Rp60 triliun. Rencananya, tahun depan akan bertambah dua kali lipat menjadi Rp120 triliun. Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Boediarso Teguh Widodo, mengatakan meski puluhan triliun rupiah telah digelontorkan, persentase desa tertinggal dan sangat tertinggal masih tetap tinggi, yaitu 60% secara nasional. Sudah seharusnya kalau pemerintah menyusun ulang formula pembagian dana desa.
“Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.” ~ Nawacita ke-3
SOLUSINYA BAGAIMANA? DI MANA POSISI BLOGGER?
Presiden Joko Widodo menjelaskan seperti yang dilansir oleh BBC Indonesia, “Ada pendampingan, dilaksanakan, tetapi juga harus ada pengawasan, controlling, dan pemeriksaan yang terus menerus. Karena ini terkait uang yang besar sekali.” Lebih lanjut lagi beliau mengatakan, “Saya selalu sampaikan bahwa manajemen dana desa itu harus betul-betul direncanakan dengan baik, diorganisasi yang baik.” Jokowi mengharapkan agar dana desa itu dapat digunakan dengan penuh tanggung jawab. Agar desa-desa dapat lebih mandiri dan dapat berperan dalam pembangunan nasional, katanya.
Jujur, sosok itu lebih banyak menarik napas panjang selama di Pulau Sebatik. Apalagi sepulang dari perjalanan panjang mengikuti Menteri Desa PDTT, Pak Eko Putro Sandjojo. Malam di kamar hotel dekat Dermaga Posal, dirinya tidak bisa mandi atau mengetik dengan tenang. Listrik hotel byar-pet berulang-ulang sehingga air pun tidak mengalir. Malam itu, dia pun terpaksa tidur dengan jendela terbuka karena hareudang. Tinggal di desa memang tidak senyaman tinggal di kota. Dia lebih nyaman tinggal di rumah warga desa daripada di hotel dengan listrik yang tidak jelas alirannya. Bisa jadi, manajemen hotel tidak mempersiapkan kondisi kalau kamarnya terpakai semua. Nasib.
Sosok itu mencatat beberapa hal yang bisa dijadikan solusi. Mungkin tidak tepat jawabannya karena dia pun masih harus banyak belajar soal dana desa. Misalnya saja (1) Pemerintah harus mengevaluasi seluruh tahap penyaluran dana desa. Soal teknisnya diserahkan pada pemerintah bagaimana baiknya. (2) Perlu ada partisipasi publik untuk pengawasan. Misalnya melibatkan warga desa setempat dan juga blogger. Bisa kan? (3) Membentuk satgas seperti Satuan Tugas Dana Desa. Satgas yang dibentuk oleh Kemendes PDTT itu jelas bertugas membantu kepala desa mengelola dana desa sesuai ketentuan. Dan terakhir, (4) Membuat call center (pusat pengaduan).
Blogger bisa berperan aktif, lho. Tidak usah muluk-muluk, blogger mengerjakan saja tugasnya menulis artikel tentang informasi-informasi yang ada di desa. Untuk bisa seperti itu, ya blogger harus diajak serta melihat-lihat pembangunan desa yang dilakukan. Blogger juga diajak masuk ke desa-desa dan ngobrol dengan beberapa warganya. Dibebaskan saja, layaknya obrolan pendatang dengan penduduk desa. Dari obrolan itu, bisa menjadi artikel blog yang bagus. Secara tidak sadar, pengelolaan dana desa bisa terpantau. Di media sosial juga sama, tersampaikan secara langsung ke masyarakat luas. Bagaimana dengan potensi desa? Tentu bisa diviralkan oleh blogger. Siapa tahu kalau ada desa yang bisa dijadikan desa wisata, akan menjadi promo murah namun berkualitas oleh para blogger.
BUKTI KONKRET, PULAU SEBATIK TERUS BERBENAH
Melalui tulisan sederhana ini, sosok itu juga ingin mencontohkan bagaimana blogger bisa berperan untuk menjaga desa. Ya, tugas blogger adalah menjaga desa. Persis seperti judul dari tulisan ini. Dia melihat sendiri bagaimana Pulau Sebatik terus berbenah dengan bantuan yang digulirkan oleh pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Ada 4 (empat) program prioritas Kemendesa PDTT, yaitu Produk Unggulan Desa/Produk Unggulan Kawasan Pedesaan (PrUDes/PrUKaDes), Badan Usaha Milik Desa/Badan Usaha Bersama Milik Desa (BUMDes), Cekungan Penampung Air (Embung Desa), dan Sarana Olahraga Desa (Raga Desa).
Tujuan dari program prioritas ini adalah untuk membuat desa menjadi mandiri. Sebagai contoh, PrUDes hadir guna mendorong sebuah desa agar berkomitmen untuk mengembangkan suatu prduk unggulan, dan melalui PrUKaDes akan didorong masuknya aliran investasi melalui kerjasama dan kemitraan. BUMDes juga hadir sebagai mesin penggerak ekonomi desa. BUMDes Harapan Maju Bersama di Desa Tanjung Harapan, Pulau Sebatik, adalah contoh yang patut diapresiasi. Pak Eko pada hari Rabu kemarin (16/8) meresmikan BUMDes tersebut dan katanya siap mengekspor produksi ikan Bandeng tanpa duri ke Malaysia. Ini beda lho dengan presto karena dikerjakan secara manual.
Pak Eko juga memecahkan kendi ke ban mobil sebagai simbol dimulainya aktivitas ekspor dari Pulau Sebatik ke Tawau. Ikan Bandeng tanpa tulang ini menjadi produk unggulan karena permintannya yang tinggi dari Tawau, Malaysia. Permintaan tersebut datang setiap dua minggu sekali, yaitu 200-300 kilogram. Nilai jualnya juga lumayan, yaitu mencapai Rp 35.000/kg. BUMDes pun berinisiatif mempekerjakan 30 ibu-ibu di desa yang bertugas membersihkan Bandeng, melepas duri-durinya, hingga pengemasan. Selain produk unggulan tersebut, BUMDes Harapan Maju Bersama juga mengelola unit simpan pinjam, penjualan dan persewaan alat pertanian, serta penjualan beras. Sebagai stimulan pengembangan unit usaha lainnya, Pak Eko langsung menyerahkan bantuan senilai Rp50 juta.
Kegiatan berikutnya yang dia suka adalah sumbangan ribuan buku pada anak-anak di Desa Sei Pancang. Secara simbolis, Pak Eko menyerahkan bantuan buku tersebut pada beberapa anak yang sedang bermain. Nyanyian anak-anak SD terdengar ceria saat kedatangan maupun saat pulang. Namun sosok itu tersenyum. Lagu ‘Sayonara’ yang dinyanyikan terdengar salah lirik menjadi ‘Sayur mayur’ saat Pak Eko meninggalkan lapangan futsal. Mungkin beliau tidak mendengarnya secara detail karena terburu-buru menuju acara berikutnya. Beliau juga memberikan bantuan pembangunan lapangan futsal. Raga Desa ini akan menjadi ruang publik yang bisa dinikmati oleh sebanyak-banyaknya warga desa, dan siapa tahu akan lahir bakat-bakat terpendam dari mereka.
Di tempat lain, Kemendes PDTT sedang membuat proyek jalan sirip desa dari Patok 4 menuju Patok 7 yang berlokasi di Desa Aji Kuning. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Pak Eko di depan Makotis Satgas Pamtas 611/AWL Pos Aji Kuning, Sebatik Tengah. Jalan ini nantinya diharapkan menjadi pendukung peningkatan perekonomian di perbatasan. Berkenaan dengan itu, Pak Eko meminta kepada masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan untuk turut membantu melakukan pengawasan penggunaan dana desa dan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan. Caranya dengan melaporkan ke Satgas Dana Desa di 1500040 kalau selama 90 hari belum selesai juga.[]
Mantap acaranya kang. Jarang lho desa tertinggal di perbatasan dikunjungi oleh pejabat, apalagi mentri.
Jadi ingat main-main terakhir, main sama teman hanya untuk keliling desa wisata đŸ˜€
perlu sentuhan blogger untuk menggambarkan kondisi desanya