“Try your best to travel as much as you can afford.
Traveling makes you appreciate life. Not just your life, life in general.”
~ Mohammed Zeyata
Untuk mendapatkan daging yang halal jelas harus dari hulu sampai ke hilir. Mulai dari penyembelihan sampai ke pengepakannya. Itulah yang dilakukan Azhar sebagai pemasok makanan halal di Jepang sehingga bisa bekerjasama dengan salah satu perusahaan di Jepang, yaitu Kumamoto Chicken. Yang bertugas ‘menyembelih’ ayam adalah Kang Nana, orang Sukabumi yang menikahi wanita Jepang. Teknologinya sudah modern sehingga dalam waktu 4 jam dirinya bisa ‘menyembelih’ 8.000 ayam. Ini jelas butuh ketelitian dan keahlian khusus. Frekuensinya sendiri adalah dua kali dalam seminggu.
Tanda kutip pada kata ‘menyembelih’ di atas digunakan untuk menunjukkan bahwa ayam tidak lagi dipotong secara tradisional tapi sudah menggunakan mesin. Caranya bagaimana? Kang Nana menyiapkan (dan memperlakukan) setiap ayamnya dengan cara Islam (membaca Bismillahi Allahu Akbar), meletakkan kepala ayam dengan benar, lalu mesin akan menyembelih leher ayam tepat pada tempat yang diinginkan (leher bagian bawah/depan). Uniknya, ayam yang tidak disembelih secara Islam cenderung menggelepar dan berisik, amat berbeda dengan ayam yang disembelih secara Islam. Mereka begitu tenang. Semua itu sosok itu saksikan sendiri dengan mata kepalanya.
Perusahaan yang bergerak pada penyediaan ayam siap potong ini sudah mendapatkan ISO 22000, artinya semua prosesnya benar-benar terjaga. Bahkan setelah proses penyembelihan di atas, ayam langsung diarahkan pada robot-robot yang akan memproses mereka sehingga tidak ada campur tangan manusia yang cenderung membawa bakteri atau virus. Ayam halal sudah dipisahkan sehingga dijamin tidak tercampur dengan ayam-ayam lain yang tidak disembelih secara halal. Kang Nana sendiri sudah membersihkan tempat kerjanya agar ‘clear‘. Jam kerja karyawannya juga tepat, tidak ada kata terlambat. Wadah ayam (keranjang) juga langsung mengikuti rel keluar dan dibersihkan menggunakan rendaman air panas. Oya, sewaktu sosok itu ke supermarket, ternyata warna daging ayam yang disembelih tanpa menyebut nama Sang Maha cenderung pucat. Beda dengan ayam halal yang jauh lebih segar.
Limbah berupa darah, sebagian jeroan, bulu-bulunya, dan lain-lain diolah kembali dengan menggunakan air sehingga keluarlah produk berupa air bersih dan lembaran halus seperti dendeng atau kulit tipis. Air buangan dibuktikan kebersihannya dengan bisa hidupnya kura-kura Jepang yang berbatok tidak keras. Kulit tipisnya sendiri dijadikan pupuk untuk pertanian. Jadi limbahnya sendiri insya Allah kembali dimanfaatkan. Sosok itu merasaka bahwa kunjungannya kali ini adalah petualangan paling keren. Bayangkan saja, muter-muterin pabrik tapi dia maupun Mbak Sinta tidak bisa Bahasa Jepang. Maeda San selaku GM (jaket merah) dan Omoto San selaku Kepala Pabrik juga tidak bisa Bahasa Inggris. Jadilah komunikasi zaman prasejarah jauh lebih efektif. Dia dan Mbak Sinta mencoba memperkenalkan Bahasa Indonesia sedangkan Maeda dan Omoto memperkenalkan Bahasa Jepang. Omoto San juga menunjukkan dua orang anak perempuannya yang cantik. Intinya adalah bahwa mereka saling belajar bahasa masing-masing hingga berpisah karena waktu yang terbatas.
Hampir lupa … selama di Kumamoto Chicken rombongan sosok itu didatangi oleh seorang intel. Yup, benar. Detektif tanpa seragam. Dia memang ditugasi untuk memata-matai orang asing yang berbisnis, khususnya Dr. Eko Fajar Nur Prasetyo, M.Eng, Ph.D. Pak Eko memang sudah dipantau sejak mendirikan Azhar. Tidak usah khawatir dengan intel, karena asal menjawabnya dengan baik dan benar, tidak masalah. Bahkan saat intel tersebut pamit, mereka bertiga dihadiahi sebungkus anggur tanpa biji dan jeruk. Itu pun buah-buahan yang kualitas super. Alhamdulillah, sehingga dalam perjalanan pulang bisa menikmati segarnya buah jeruk dan anggur tanpa biji yang ukurannya juga besar. Oishi!
JEPANG ITU BERSIH
Jepang memiliki lingkungan yang bersih, salah satunya adalah pendidikan SDM tentang kebersihan. Itulah mengapa sosok itu merasa nyaman tinggal di sana. Di jalan, mereka biasa menyimpan sampahnya sendiri sampai ketemu tempat sampah yang resmi. Sulit sekali mencari tempat sampah di pinggir-pinggir jalan, kalaupun ada biasanya ada di tempat-tempat umum semacam mall, supermarket, atau toko. Hal ini juga sama dengan adanya wi-fi gratis. Selain hotel, public area, restoran tertentu, atau bandara, jelas tidak ada wi-fi yang gratis. Kembali lagi ke masalah sampah, di rumah/apartemen masing-masing sampah itu disimpan dengan menggunakan plastik khusus dan dipilah berdasarkan sampah mudah terbakar dan tidak terbakar. Ini yang berlaku di Fukuoka, sehingga di tempat lain pemilahannya bisa berbeda dan bahkan cenderung sama dengan yang ada di Indonesia. Sampah yang tidak terbakar adalah botol plastik, botol kaca, barang elektronik, barang bekas selain sampah rumah tangga biasa, dan sejenisnya. Mayoritas limbah rumah tangga adalah sampah mudah terbakar. Tapi perlu diingat bahwa sampah RT bisa dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS) pada hari-hari tertentu saja.
TPS ini sangat bersih dan tidak berbau. Digembok sehingga tidak sembarangan orang dapat membuang sesuatu ke dalamnya, dan hanya dibuka pada hari yang telah ditentukan. Mengenai plastik khusus di atas, itu harus beli dan metode tersebut adalah cara lain membayar iuran kebersihan. Jika ada sampah yang salah tempat (misalnya salah buang), biasanya tidak diambil dan dalam pertemuan warga (semacam RT) maka akan dibahas adanya sampah tersebut dan akan ketahuan milik siapa. Malu kalau sudah kena tegur. Budaya menjaga kebersihan ini sudah ditanam dalam pendidikan sedari kecil jadi tidak heran kalau hampir tidak ditemukan tikus di rumah mereka. Kalau ada, biasanya kecoa dan hanya muncul di musim tertentu saja. Kalaupun pernah menemukan sampah di beberapa tempat, yakinlah bahwa selalu ada saja orang yang memiliki kebiasaan berbeda atau mungkin sedang lelah ^_^.
Jalan raya di Jepang juga bersih, tanpa serpihan tanah, dan aspalnya bisa menyerap air hujan. Maksudnya bukan menyerap ke dalam tanah, tapi aspalnya memiliki celah sehingga air akan mengalir ke sisi jalan dan masuk ke dalam saluran pembuangan. Semua saluran pembuangan di Jepang memang selalu ada di bawah jalan sehingga tidak pernah kebanjiran. Tutupnya sendiri memiliki desain yang mencerminkan ciri khas kota yang bersangkutan. Semuanya tertib dan teratur. Ketika ada yang melanggar, tidak ada istilah ‘mengemukakan alasan’. Percuma. Amat berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia yang cenderung mencari-cari alasan agar hukumannya tidak terlalu berat. Di Jepang, no excuse. Orang tersebut cuma diminta mengaku bersalah dan berjanji nanti tidak akan mengulangi lagi. Itu saja. Kalau ada denda uang, langsung ditransfer. Tidak ada transaksi di jalan dan tidak ada pengadilan. Beruntung sosok itu juga pernah melihat penilangan di sisi jalan.
Di jalan (khususnya jalan tol) juga ada kamera CCTV dan penghitung kecepatan. Yang tertangkap kamera karena kesalahan akan mendapatkan surat peringatan dan dendanya jauh lebih besar daripada tertangkap tangan. Kamera tersebut memang diset bagi kendaraan yang kecepatannya mencapai lebih dari 110 km/jam. Kalaupun sering melihat ada mobil yang kecepatannya mencapai lebih dari 120 km/jam, itu karena mereka tahu tempat-tempat di mana kamera tersebut tidak ada. Saat mendekati kamera, maka mereka otomatis memperlahan kendaraan. Bahkan mereka bisa membeli sebuah alat untuk mendeteksi adanya kamera-kamera pengintai. Oya, motor di atas 150 cc boleh memasuki jalan tol. Asyik, kan? Saat berkendara juga wajib memakai sabuk pengaman dan dilarang keras menelepon. Kalaupun terpaksa bisa diletakkan di bawah dengan menggunakan pengeras atau memakai wireless earphone. Jangan kaget kalau tiba-tiba ada sirine dari belakang. Polisi di sana memang suka main petak umpet. Kalau kena, ya mungkin memang lagi apes hehehe.[]
Aku pernah nonton nih tayangan rumah pemotongan ayam halal di jepang. Jauh lebih hati2 drpd rumah pemotongan ayam di jakarta kayaknya
keren banget, mupeng sampai ke Jepang. itu tempat pemotongannya keren ya, aiih coba di Indonesia juga ada ya
Kalo di indonesia mungkin butuh ratusan tahun lagi utk menjadikan manusianya sadar akan keberaihan dn kedisiplinan secara merata….
Di indo paling baru tingkat individu saja.
Jepang sih emang udah keren abis. Karena orang2.nya emang udah pada pinter dan bisa diatur pemerintah. Kalo di indo…. orang2nya se enake dewek. Udah mah garoblok ga bisa diatur pula. Jadi kalo mau di buat seperti di Jepang. Mimpi ajah sampe mati.