Menjadi “Marshal” Pelari Bandung-Jakarta

Bersepeda jarak jauh mungkin sudah umum, apalagi sekarang. Sudah banyak para pesepeda yang melakukannya, baik sendirian atau berkelompok bersama komunitas. Jaraknya bukan lagi di dalam kota, tetapi sudah antarkota, antarprovinsi, antarpulau, bahkan antarnegara. Akan tetapi, bagaimana kalau touring kali ini adalah menemani para pelari dari Bandung ke Jakarta? Bersepeda jarak jauh dengan kecepatan antara 5-7 km/jam?

Itulah yang sosok itu lakukan bersama empat pesepeda lainnya selama 13-15 Juni 2014 kemarin. Ada 8 (delapan) pelari yang harus mereka kawal dari Bandung. Jumlah ini berkurang dan bertambah di sepanjang perjalanan tergantung kekuatan kaki masing-masing. Yang menjadi pertanyaan, apakah yang mereka lakukan itu hanya demi prestise semata? Tidak. Semuanya bermula saat salah seorang sahabat mereka meninggal dunia karena penyakit leukemia. Mereka pun mencari tahu dan akhirnya bertemu dengan Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI).

Acara yang diberi nama Long Run for Leukemia (LRFK) itu pun dipersiapkan dan digelar hanya kurang dari sebulan. Tujuannya mengumpulkan donasi yang nantinya akan disumbangkan ke YOAI. Gelaran ini kemudian mendapatkan respon positif dari berbagai pihak hingga sumbangan mengalir dalam bentuk support mental, kaos, pinjaman kendaraan, tempat menginap, makanan/minuman, dan juga donasi yang berhasil terkumpul sebesar Rp14.577.222,00.

Sepeda-23

Titik start dimulai dari Lapangan Gasibu pada hari Jumat (13/6) pukul 20.00. Pemanasan dilakukan secukupnya oleh para pelari agar otot-otot tidak terlalu tegang, begitu juga dengan para marshal pesepeda yang sudah siap dengan sepedanya masing-masing. Pesepeda yang terlibat adalah Agus Septian Heryanto dan Muhammad Agia dari Komunitas Bike To Campus (B2C), Rian Adriansa dari Komunitas Bike To Work (B2W) Bandung, Cucu Hambali (Kang Cuham) dari Komunitas Sasusu (Sapedah Suka-Suka), dan tentu saja sosok itu. Beberapa sepeda yang digunakan pun sudah dilengkapi dengan pannier. Cocok untuk jarak jauh.

Rute yang dilewati adalah jalur utama Bandung–Jakarta, yaitu Gasibu, Gunung Batu, Padalarang, Cipatat, Ciranjang, Rajamandala, Cianjur, Cipanas, Puncak, Bogor, Depok, Ciputat, dan finish di Senayan FX. Sekira 200 km selama kurang lebih 35 jam mereka lalui nonstop. Istirahat hanya dilakukan beberapa menit di beberapa titik yang memungkinkan. Istirahat yang agak lama terjadi di Masjid Agung Cianjur selama 2 jam, di Hotel Papa Ho Bogor selama 4 jam, dan di Sekretariat Indonesia Biking Adventure (IBA) Ciputat selama 2 jam. Perjalanan yang melelahkan, bahkan sosok itu pun beberapa kali menguatkan diri dengan cara bernyanyi saat ngaboseh.

Sepeda-24Tidak ada halangan yang berarti selama perjalanan. Lampu di bagian depan dan belakang sepeda sudah dipersiapkan dengan baik sebagai sinyal untuk kendaraan bermotor yang melewati rombongan. Sistem satu barisan terus dijaga dengan berkelompok. Kalaupun ada pelari yang tercecer, marshal sepeda sudah siap menemani di sampingnya. Mereka juga bergantian berganti posisi agar tidak terlalu bosan dan pegal karena ngaboseh dengan kecepatan rendah memang tidak nyaman, apalagi untuk jarak jauh.

Ada kejadian lucu saat melewati jembatan Rajamandala yang membelah sungai Citarum. Sebelumnya ada dua jalan, ke kanan adalah jalan utama sedang ke kiri bukan. Para pelari ternyata mengambil jalan ke kiri. Sosok itu berpikir bahwa mereka tahu jalan, tetapi ternyata jalan makin menurun dan makin menjauhi pemukiman penduduk. Hanya hutan dan terdengar suara gemericik di kejauhan. Rupanya mereka semua salah jalan dan hampir menuju ke tepian sungai Citarum. Mereka pun berbalik arah dengan perasaan kesal tetapi menjadi hiburan tersendiri.

Dari Cianjur hingga Puncak beberapa marshal terpisah sangat jauh. Tanjakan yang tidak henti membuat kecepatan bersepedanya agak berbeda. Kang Cuham yang sedang menjalani terapi berhenti merokok tertinggal jauh di belakang, dan bahkan mengalami kram pada kakinya di daerah Ciherang. Sosok itu pun langsung kembali menjemputnya setelah mendapat kabar melalui sms dan menyewa mobil pick-up untuk diantar sampai Puncak. Miskomunikasi juga terjadi saat para pesepeda menuju Pondok Indah mengejar para pelari yang menggunakan mobil demi mengejar waktu yang tertinggal, ternyata pos berikutnya berada di Ciputat pada hari Minggu setelah subuh. Pengalaman menarik membelah kota Jakarta di tengah kegelapan.

Sepeda-25

Hujan menjadi penghias yang mengasyikkan di tengah perjalanan. Pertama terjadi saat marshal pesepeda memasuki kota Bogor dan kedua menjelang finish di Senayan. Basah-basahan menjadi sensasi tersendiri dan sangat menyenangkan. Momen yang tidak akan terlupakan, apalagi bagi keempat rekan pesepeda yang baru pertama kali melakukan perjalanan jauh Bandung – Jakarta. Jutaan haru dirasakan tidak hanya oleh mereka semua, tetapi juga kawan-kawan yang sudah menunggu di Bus Shelter FX. Tim 7 Summits Bandung Matt Runner, kawan-kawan ALEXA, dan lain-lainnya. Hotel Atlet Century menjadi saksi bagaimana mereka semua merasa menjadi atlet yang sesungguhnya, sekaligus sebagai tempat beristirahat dan tempat bebersih yang menyenangkan. Di sini pula penyerahan donasi kepada pihak YOAI dilakukan. Keluarga baru tercipta yang ditutup dengan makan siang dan foto bersama. Sebuah perjalanan panjang yang melelahkan tetapi langsung tergantikan dengan rasa haru dan bangga. Luar biasa.[]

NB: Tulisan ini dimuat di Harian Pikiran Rakyat Rubrik ‘Back To Boseh’

One thought on “Menjadi “Marshal” Pelari Bandung-Jakarta

  1. Wah, keren ya artikelnya bang aswi tembus Pikiran Rakyat. Tulisannya mantep banget. Perjuangannya juga membuat tercengang. Jakarta Bandung bukan jarak yany pendek. Juga bukan medan yang mudah. Top banget

    >> momennya pas, setiap perjuangan itu kan dimulai dari langkah pertama, yang penting adalah berani mencoba ^_^

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s