Ngaboseh dari Katulampa ke Bandung

Sebuah perjalanan 40 orang selama 20 jam
sejauh 150 km yang menghabiskan 5 liter air
dengan cuaca yang tidak bersahabat,
menembus kabut yang amat tebal dan hujan lebat

Ini kisah kedua dari postingan pertama, yaitu Ngaboseh ke Bendungan Katulampa. Perlu diketahui bahwa Bendungan Katulampa amat penting keberadaannya bagi Jakarta. Bendungan ini dibangun sebagai alat pemantau tinggi muka air dimana aliran sungai ini akan diteruskan ke Kali Ciliwung di Jakarta. Jadi, kalau permukaan air di bendungan ini tinggi, sudah dapat dipastikan kalau permukaan air di Ciliwung pun akan tinggi. Dari sini ke perjalanan selanjutnya sudah mulai menantang, apalagi pas menyeberang bendungan. Perlu adrenalin lebih karena harus melewati jalur menanjak yang meski pendek tapi menguras banyak tenaga. Motor saja harus mengambil ancang-ancang agar tidak terhenti di tengah jalan.

Sepeda-17Jalan setapak dengan tipe beraspal dan semen mengiringi perjalanan mereka di daerah Cipeundeuy, Pandan Pasir. Keluar dari daerah Katulampa pun ternyata bersisian dengan jalan tol Jagorawi hingga bisa keluar di daerah Gadog. Pendakian berlanjut, namun dua orang wanita yang mengikuti tur ini merasa tidak sanggup melanjutkan ngaboseh hingga terpaksa diangkut dengan mobil pickup yang memang terus mengiringi dari Jakarta. Pukul 11.30, sosok itu membelokkan diri ke halaman masjdi di daerah Cibogo untuk menunaikan Shalat Jumat. Tampaknya kawan-kawan sudah tersebar di beberapa masjid.

Satu hal yang tidak bisa sosok itu lupakan adalah turunnya kabut yang amat tebal mulai dari SPBU Tugu. Di titik ini pula awal kemacetan yang menuju arah Jakarta. Gerimis kecil yang dia rasakan pun tampaknya adalah efek dari kabut tersebut terbukti dengan hadirnya embun-embun di permukaan sarung tangan yang dikenakan. Mobil pengiring rombongan yang membawa pisang dan minuman pun diserbu untuk mengisi kembali perut keroncongan dan botol bidon kosong. Sensasi menembus kabut dengan jarak pandangan 5-10 meter benar-benar eksotis. Hawa dingin tidak terlalu dirasa karena kondisi tubuh begitu panas untuk melawan tanjakan yang seperti tiada akhir. Beberapa kawan pesepeda sebentar-sebentar berhenti untuk mengumpulkan tenaga. Mereka berkumpul dengan kelompok-kelompok kecil di daerah Gunung Mas dan terakhir di Warung Mang Adi, Puncak Pass. Di sinilah pusat kabut paling tebal. Masjid At-Taawun yang menjadi ikon Puncak pun hanya berupa bayangan saja. Sosok itu sendiri masih bisa menikmati semangkok sekoteng untuk menghangatkan perut.

Sepeda-18

Selepas dari Puncak Pass, semua rombongan menikmati jalan menurun hingga Cipanas. Kabut yang tebal makin berkurang hingga benar-benar hilang, tetapi langsung tergantikan oleh hujan deras. Sosok itu sendiri terpaksa mengenakan jas hujan karena tidak kuat dengan dinginnya. Saat menanjak, tubuh mereka panas tapi saat jalan mulai menurun maka tubuh mereka mulai agak mendingin. Azan maghrib berkumandang saat dia memasuki Kota Cianjur. Rombongan sudah benar-benar terpisah. Tidak tahu lagi berapa orang yang sudah lebih dahulu dan berapa orang yang masih tertinggal di belakang.

Sepeda-19Kondisi cuaca yang buruk, regrouping yang berjumlah banyak, dan istirahat sambil makan/minum membuat perjalanan Tour de Paris Van Java ini terbilang lama. Sebelumnya sosok itu pernah ngaboseh Bandung – Jakarta dengan hanya 12 jam lebih sedikit, sendirian. Dengan waktu yang sama dengan arah sebaliknya, ternyata baru sampai Cianjur. Sampai Ciranjang, perutnya keroncongan dan terpaksa mampir ke pedagang bubur ayam. Semangkuk cukuplah untuk mengisi sebagian prutnya itu. Waktu sudah hampir menunjukkan pukul 20.00. Pada pukul 22.00 kurang dia terpaksa beristirahat di SPBU Cipatat karena lutut kiri terasa sakit. Setelah shalat jamak, dia berbaring sejenak dan sempat berpikir tidak melanjutkan kembali. Pukul 23.00, sepuluh orang rombongan sisa ikut mampir. Sebuah kekuatan muncul kembali dan memaksanya untuk meneruskan perjalanan sambil menahan nyeri yang amat sangat di daerah lutut kiri.

Pada akhirnya, sosok itu pun menyerah di daerah Citatah. Sakit pada lutut kiri begitu hebat. Mobil pickup pun menjemput tepat pada pukul 01.00 dini hari, sekaligus menjemput beberapa pesepeda yang bertebaran di Citatah, Padalarang, dan Cimahi. Beberapa pesepeda yang telah mendahului ternyata mayoritas juga dijemput oleh mobil pickup. Seluruh rombongan Tour de Paris Van Java berhasil sampai di tempat tujuan di Wisma PU di Jl. Martadinata pada pukul 02.00 dini hari. Menyisakan satu orang yang masih meneruskan ngabosehnya di daerah Padalarang, yaitu Om Edi, yang tidak mau di-loading. Benar-benar istimewa dan momen bersepeda yang tidak akan pernah dilupakan oleh siapapun yang mengikutinya.

Sepeda-20

Sosok itu membersihkan tubuh dan mengganti pakaian yang basah. Bersantai sejenak di ruang lobby sambil menikmati pisang dan kue-kue yang tersedia. Beberapa kawan sudah beristirahat di kamarnya masing-masing. Tanpa sadar, dia pun terlelap di sofa. Saat tersadar, sudah tidak ada kawan-kawan di sana. Waktu sudah menunjukkan pukul 04.00. Dia pun mempersiapkan diri, lalu pamit pada sang resepsionis. Dingin dan gelap mengiringinya ngaboseh dari Wisma PU menuju Binong. Sampai di Pasar Kiaracondong, dia menikmati sarapan kupat tahu diiringi adzan Subuh. Takada lagi tenaga yang tersisa, hanya semangat untuk sampai di rumah, memeluk dan menciumi anak-anak, shalat, lalu beristirahat total.[]

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s