Sudah lama juga nggak menulis tentang dunia sepeda. Sosok itu terus bersepeda, cuma jarang menuliskannya lagi di blog ini. Oke, ini kali kedua sosok itu membawa sepedanya dari Bandung ke Jakarta. Bukan persoalan mudah, tetapi dia berhasil melakukannya. Cukup melepas roda depan dan belakang, diletakkan di tengah, lalu diikat dengan kuat, selesai. Sepeda pun jadi lebih kecil volumenya dan bisa ditenteng. Waktu pertama kali membawa sepeda, yaitu dari Jakarta ke Bandung karena sebelumnya digowes dari Bandung ke Jakarta, sepeda tidak muat dimasukkan ke dalam bagasi bus yang ada di samping kiri bawah sehingga terpaksa dinaikkan ke bus dan diletakkan di belakang. Sedangkan kemarin, alhamdulillah sepedanya bisa dimasukkan ke dalam bagasi.
Persiapan berangkat pada Jumat sore (17/1/2014) boleh terbilang agak mepet. Setelah nongkrong sebentar di Kedai Mas Broe dan mencicipi Nasi Goreng Gila, selepas maghrib sosok itu langsung menggowes dari rumah menuju Terminal Leuwipanjang. Sang belahan jiwa kebetulan turut serta mengendarai sepeda motor membawakan tas yang memang lumayan berat. Jalanan yang becek selepas hujan membuatnya menggowes perlahan. Kalau jalanan lancar, tinggal membonceng di belakang motor. Kalau macet, ya digowes lagi. Sampai di terminal, sosok itu segera mempreteli sepedanya. Lagi asyiknya mengikat, tiba-tiba saja sang belahan jiwa memberitahu bahwa bus terakhir menuju Pulogadung baru saja berangkat.
Tanpa pikir panjang, sosok itu pun menaikkan sepeda yang sudah diikat ke belakang motor. Sang belahan jiwa langsung menginjak gas menuju pintu tol Pasir Kaliki. Mudah-mudahan bus yang dituju masih bisa terkejar. Tetapi kekecewaan kembali menderanya karena bus yang dimaksud tidak ada. Pukul delapan malam tinggal beberapa menit lagi. Sosok itu lalu memutuskan untuk menaiki bus jurusan Bekasi yang tadi terlewati, meski dalam hati betapa tengah malam nanti dirinya harus menggowes dari Bekasi ke Pulogadung. Masih untung kalau cuaca cerah, bagaimana kalau nanti hujan? Alhamdulillah keberuntungan masih berpihak, berharap bus jurusan Bekasi datang, ternyata bus jurusan Pulogadung yang malah muncul. Rupanya bus tersebut sempat masuk ke area pom bensin. Sang Maha memudahkan perjalanan sosok itu.
di depan ASMI dan sebelum perempatan Cempaka Mas
Perkiraan sosok itu pun benar, Jakarta malam itu hujan amat deras dari semenjak di Tol Cikampek. Sampai di Kelapa Gading, dirinya masuk rumah orang tua dalam keadaan basah kuyup #pyuh. Hujan dari siang hingga tengah malam ternyata berakibat fatal bagi Jakarta. Tadi pagi, banjir sudah menggenangi beberapa tempat. Pintu depan Komplek PLN Kelapa Gading sudah tertutup oleh air setinggi lutut. Sepatu terpaksa ditanggalkan dan celana panjang digulung ke atas. Jalan Komplek PT HII tergenang cukup dalam. Tujuh tahun lalu daerah ini termasuk yang terkena dampak banjir parah, yaitu hingga hampir satu meter. Meski pagi itu komplek ini terendam, tetapi tidak separah tahun 2007.
Jalan Perintis Kemerdekaan agak lengang. Tidak banyak kendaraan bermotor yang lewat, sangat berbeda kalau dalam kondisi normal jalan ini terbilang padat dan bahkan sering terjadi kemacetan. Sepanjang jalan, air menggenangi dan yang terparah adalah di daerah ASMI dan Pedongkelan, yaitu sedalam betis orang dewasa. Beberapa motor warga sekitar, sengaja parkir di tengah jalan paling sisi, karena rumah mereka sudah kebanjiran. Sampai di perempatan Cempaka Mas, jalan Suprapto ditutup. Beberapa petugas kepolisian berjaga-jaga di sana. Lanjut atau mencari alternatif jalan lain? Inilah kegunaan sepeda, sosok itu pun langsung menggowes lanjut.
di jalan Suprapto
Beberapa kendaraan bermotor tampak memaksakan diri, tetapi mereka lebih memilih melewati jalur yang berlawanan arah (kontra flow) meski ketinggian air di sana sudah setinggi betis. Paling tidak di sana masih terbilang dangkal. Tak jauh antara ITC Cempaka Mas dan RS Islam, ada sebuah mobil yang mogok. Tidak ada kendaraan bermotor yang berani melewatinya. Kalaupun ada yang memaksa, pasti langsung mogok di tengah jalan. Sosok itu menggowes dengan tenang. Seorang kawan pesepeda ada yang menyusul dan mengatakan betapa bersepeda dalam kondisi seperti ini sangat menguntungkan. Di depan RS Islam, beberapa karyawannya bingung ingin menyeberang. Genangan air bahkan juga menutupi Universitas YARSI di sebelahnya.
Sampai Senen, kondisi jalan masih lengang. Efek hujan dan banjir benar-benar luar biasa. Jalan Thamrin yang biasanya ramai dan padat di pagi hari juga terlihat sepi. Alhamdulillah Bundaran HI tidak banjir dan sampai di jalan Sudirman pun arus lalu lintas masih terbilang sepi. Pengalaman sosok itu saat menggowes di daerah-daerah banjir menjadi bertambah. Fungsi gigi/persneling sangat bermanfaat sehingga gowes pun tidak terasa berat. Hanya saja, setelahnya dia harus melumasi kembali rantai sepeda yang basah agar tidak berkarat. Bagian-bagian lain yang perlu dilumasi juga wajib diperhatikan. Bagi yang membaca postingan ini, siapa tahu pengalaman bersepeda sosok itu menjadi inspirasi agar bisa tetap beraktivitas di tengah banjir. Benar-benar pengalaman yang sulit untuk dilupakan apalagi kalau mengingat bagaimana kalau misalnya rumah sosok itu sendiri yang kebanjiran. Naudzubillah, semoga tidak. Dan semoga bencana ini cepat berlalu. Amin.[]
NB: Tulisan ini dimuat di Koran PR pada hari Minggu, 2 Februari 2014
Lewat tulisan ini saya bisa melihat bagaaimana parahnya banjir di beberapa area di Jakarta.
Mantaps sharingnya, kang.
>> Ujang : Yup, semoga bermanfaat ^_^