Hadiah Istimewa untuk Budhe

Malam menjadi hening. Agak lama dari biasanya. Aku pun beranjak dari pembaringan dan mengintip dari sela-sela kain pembatas pengganti pintu kamarku. Di ruang tengah, kulihat Budhe tengah mengamati mesin jahitnya. Ada sesuatu yang salah lagi.

Aku membalikkan badan dan menyandar pada dinding anyaman bambu. Mataku memandang langit-langit yang tidak sedap dipandang. Kasihan, Budhe, kata hatiku lirih. Mesin jahit itu sudah tua dan sering macet. Padahal pesanan tidak mengenal istilah macet.

Aku kembali duduk di sisi pembaringan. Di tanganku kini terdapat beberapa lembar uang yang baru kuambil dari lemari, tepat di bawah lipatan baju. Hasil menabung beberapa tahun ini dari keuntungan berjualan gorengan Bu Slamet, tetangga beda gang. Juga dari hasil menyisihkan uang jajan yang sering diberikan Budhe. Sudah ada beberapa ratus ribu rupiah, tetapi masih kurang untuk membeli mesin jahit baru.

Dari balik kain pembatas pengganti pintu kamar, aku melihat Budhe sedang menyeterika. Tampaknya beliau sudah menyerah memperbaiki mesin jahitnya. Asap mengepul dari dalam seterika arang yang untuk memanaskannya pun butuh waktu lama. Aku harus membantunya, bisik hati kecilku. Tak peduli uang yang kukumpulkan amatlah kurang.

Keesokan sorenya, Budhe tampak membesarkan matanya. Di atas mesin jahitnya, tergeletak seterika listrik yang terlihat masih baru. Aku tersenyum dari balik kain pembatas pengganti pintu kamar. Meski bukan barang baru, semoga seterika itu bisa meringankan beban Budhe.[]

Artikel ini dikutsertakan dalam Kontes Menulis Cerita Mini

8 thoughts on “Hadiah Istimewa untuk Budhe

  1. Aih…baru ngeh orin udh lama ga kesini, hapunten nya bang 😀
    walopun telat, yg penting ceritanya oke, seperti biasa 😉

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s