Matematika lebih merupakan semacam bahasa khas daripada suatu badan pengetahuan. Bahasa ini sedemikian sempurna dan abstrak sehingga—mudah-mudahan—dapat dipahami oleh makhluk cerdas di seluruh alam semesta, betapa pun berbedanya organ indra maupun pencerapannya. Tata bahasanya—penggunaannya yang tepat—ditentukan oleh aturan logika. Kosa katanya terdiri dari lambang seperti: angka untuk menyatakan bilangan, huruf untuk menyatakan bilangan yang tak diketahui, persamaan untuk menyatakan hubungan antar bilangan, pi untuk menyatakan perbandingan antara keliling dan garis tengah lingkaran, sin-cos-tan (sinus-cosinus-tangen) untuk menyatakan perbandingan antara sisi-sisi suatu segitiga siku, dan beberapa lambang lainnya untuk menyatakan konsep lain dalam matematika tinggi.
Semua lambang ini sangat membantu ilmuwan karena dapat digunakan untuk memperpendek pemikirannya. Namun, bagi banyak orang awam, para ahli matematika menjadikan matematika seolah-olah bukan bahasa universal, tetapi lebih cenderung membuatnya menjadi bahasa pemisah yang kokoh antara apa yang disebut “dua kebudayaan” masyarakat modern, yang diwakili oleh ilmuwan dan budayawan. Tetapi hendaknya diingat bahwa hanya sebagian dari kosa kata matematika adalah ciptaan ilmu. Selebihnya—dan seluruh tata bahasanya—tetap berada dalam lingkup pemikiran umum manusia.
Sejak zaman Babilonia kuno, para ahli matematika menghemat waktu dan tenaga dengan mengganti kata dengan lambang. Beberapa di antara cara penulisan singkat itu adalah angka dan tanda sederhana +, -, x, dan ÷ yang menunjukkan langkah aritmetika dasar, yaitu penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Keempat lambang kunci, yang dengan sendirinya kita pakai dalam perhitungan, relatif masih baru dalam sejarah matematika. Beberapa lambang kuno terlihat di sini.
Penambahan
Ahli hitung Renaissance, Tartaglia, mempergunakan huruf pertama piu dari bahasa Italia (plus) untuk menunjukkan penambahan. Tanda + kita barangkali merupakan bentuk penyingkatan (e)t (dan) dari bahasa Latin.
Pengurangan
Tanda minus ini pada zaman Yunani ditampilkan oleh Diofantus. Lambang pengurangan yang kita pakai sekarang ini boleh jadi berasal dari garis yang digunakan untuk menandai perbedaan-perbedaan berat produk.
Perkalian
Tanda x yang didasarkan pada Salib Santo Andreas, dikenal ketika lambang di atas digunakan Leibniz di Jerman pada abad ke-17. Akan tetapi menurut dia x itu terlalu mirip x untuk bilangan anu dalam aljabar.
Pembagian
Di Perancis, pada abad ke-18, Y.E. Gallimard menggunakan huruf D terbalik untuk pembagian. Tanda yang kita pakai boleh jadi berasal dari garis pembagi sederhana yang ditambah dengan titik di atas dan di bawahnya.
Nah, bagaimana dengan pendapat sobat baraya sendiri?[]